Loading...

Secara defenisi, feminisme merupakan teori kesetaraan atau keadilan dalam berbagai aspeknya; mulai dari politik, ekonomi, dan hingga sosial dalam perspektif gender. Jadi tidak mungkin feminisme menyiratkan diri sebagai paham yang membenci laki-laki (misandri). Secara literal, misandri memiliki arti yang hampir mirip dengan misoginis, yaitu berprasangka buruk terhadap laki-laki (sedangkan misoginis berarti beprasangka buruk terhadap perempuan).

Dalam kehidupan sehari-hari, acap kali kita bertemu dengan orang-orang yang menyamakan antara feminisme dan misandri; bahwa menjadi seorang feminis juga berarti menjadi pembenci laki-laki. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri, memang ada beberapa feminis yang melakukan misandri ini. Ini adalah kekeliruan umum. Padahal, poin inti dari feminis ialah Anda tidak dapat dikatakan sebagai seorang feminis selama Anda tidak percaya bahwa setiap gender, termasuk laki-laki, berhak mendapatkan hak yang sama/setara.

Jadi, Apa yang Feminisme Inginkan?

Sebagai seorang feminis, saya percaya bahwa kita perlu meruntuhkan budaya patriarki agar perempuan benar-benar bisa mencapai kesetaraan. Namun, ini bukan berarti bahwa kami berusaha untuk menggulingkan sistem lama dengan membawa tatanan baru seperti matriarki. Tujuan para feminis adalah agar tak ada lagi satu pun gender yang diistimewakan dengan mengorbankan hak gender lain. Ini adalah perbedaan yang mendasar antara seorang feminis dan misandri.

Bagaimana pun, patriarki akan memberi efek yang sama, baik kepada laki-laki maupun perempuan; Ia memberitahu perempuan bahwa mereka membutuhkan suami untuk bertahan hidup, dan juga memberitahu laki-laki, bahwa mereka harus terlihat kuat dan otoritatif - dan bahwa orang-orang transpuan seharusnya tidak pernah ada. Ini adalah sistem yang memelemahkan masing-masing gender. Namun begitu, anehnya, kita begitu menjunjung tinggi budaya seperti ini.

Belum lama ini, saya membaca komentar di salah satu postingan Instagram yang membicarakan tentang bagaimana seorang feminis menginginkan kesetaraan. Komentar tersebut seolah menyamakan peran gender dengan peran-peran perusahaan di mana CEO dan karyawan tidak diposisikan setara. Hal ini menunjukkan kita kepada poin bahwa apa yang kita perankan adalah apa yang membuat kita berbeda.

Pertama-tama, seperti di negara kita. Di negara kita martabat tenaga kerja tidak ada. Kita cenderung tidak memberi pekerja kerah biru (buruh) atau siapa pun yang posisinya berada di bawah kita rasa hormat yang pantas untuk mereka dapatkan. Kedua, saya meyakini bahwa komentar seperti itu merupakan pandangan yang kerap diberikan - oleh sebagian besar masyarakat kita. Siapa yang akan tinggal di rumah dan mengawasi anak-anak? Jawabannya kita mulai dari pertanyaan retorik seperti orang tua mana yang memiliki waktu luang untuk melakukan itu. Dan ketika menginginkan hal tersebut (mengurus anak) tidak akan menyerang laki-laki.

Video di bawah ini akan menjelaskan dengan mudah, apa yang sebenarnya diinginkan Feminisme.

Misandri dan Misoginis

Misandri tidak dapat disamakan dengan misoginis, meski pun keduanya memiliki arti yang mirip. Sebab, laki-laki sebagai subjek dari ketidaksetaraan gender yang kerap melakukan diskriminasi itu tidaklah sama. Mungkin beberapa perempuan membenci laki-laki, namun tak jarang semuanya hanya berakhir di sana.  Secara keseluruhan, kami (perempuan) juga tidak menafikkan kekejaman yang dihadapi oleh laki-laki, namun perempuan adalah orang-orang yang memegang erat hidup mereka - ketika mereka pergi sendirian di malam hari.

Dengan menyebut dirimu sebagai seorang feminis, Anda mungkin akan menjadi sasaran - yang membuat banyak orang-orang menjauh. Anda musti berurusan dengan beragam tuduhan yang menyatakan bahwa Anda hanya peduli pada perempuan saja, ketika - setiap hari Anda mendengar cerita  - tentang bagaimana perempuan diperlakukan, yang kemudian (karena itu) menjadi alasan mengapa Anda bersuara.

Misandri akan selalu ada. Bias anti laki-laki telah berkembang di sebagian orang sebagai bentuk dari reaksi atas kekejaman yang dihadapi perempuan selama ini. Namun, hal ini hanya diwakili oleh segelintir orang saja. Pseudofeminisme adalah perempuan yang berbicara dengan cara yang tidak disukai oleh kebanyakan orang.  Sekali lagi, ini bukan untuk mengabaikan pemahaman yang salah tentang feminisme oleh banyak orang.  Kita di sini bukan untuk menghakimi, tetapi berkerja bersama untuk perubahan masyarakat - di mana perempuan tidak lagi merasa bersalah karena bersikap ambisius dan/atau tidak mengurus keluarga, dan laki-laki tidak lagi dipermalukan jika mereka ingin melakukan hal itu (mengurus keluarga).


Essai ini ditulis oleh Aparna Elizabeth Mammen dengan judul asli Today I Learnt: Feminism Does Not Mean Man-hating Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Soraya Alamri.

Lebih baru Lebih lama